Seorang pengelana asing hendak mendaki sebuah gunung tertinggi di Bali. Ia menyewa seorang lelaki tua sebagai pemandunya.
Sebelum berangkat lelaki pemandu tua itu melakukan ritual sembahyang, memohon ijin dan keselamatan dalam pendakian. Turis muda pengelana itu memandang dengan rasa heran.
"Apakah ritual itu begitu penting? Tidakkah hanya buang-buang waktu? Apakah agama dan meyakini adanya Tuhan itu begitu penting dalam kehidupan ini, menurutmu?", tanyanya heran pada si pemandu tua.
Sang pemandu hanya tersenyum dan menyelesaikan doanya. Lalu mengantar sang pengelana melakukan pendakian. Rupanya turis itu termasuk anak muda yang tidak beragama dan tidak meyakini adanya Tuhan. Namun sikapnya cukup baik dan sopan.
Sepanjang perjalanan keduanya lebih banyak bercerita tentang gunung-gunung di Bali. Pada sebuah lokasi, si pengelana terperosok dan salah satu tasnya terjatuh ke jurang yang sangat dalam. Ia selamat dan melanjutkan perjalanan.
Menjelang punggung gunung, lelaki tua pemandu itu tiba-tiba merasakan kram pada kakinya. Ia tidak bisa melanjutkan perjalanan mengantar tamunya. Maka ia menyuruh pengelana itu melanjutkan perjalanannya sendiri ke puncak.
Tentu saja di turis kaget dan bertanya.
"Bagaimana saya bisa sampai ke puncak tanpa bantuanmu? Saya tidak tahu jalan. Lagi pula, tas saya yang berisi kompas dan handphone itu terjatuh ke jurang. Saya tidak punya peta, bagaimana saya akan tahu arah? Apakah kau memiliki sebuah peta untukku?"
"Tidak. Kami tidak memiliki peta. Semua peta perjalanan itu ada dalam ingatan kami. Tidakkah kau bisa meneruskan pendakian tanpa peta dan kompas?" Sahut si pemandu tua.
"Ooh, tentu saja aku tidak bisa berangkat tanpa kompas apalagi tanpa peta. Bagaimana aku akan tahu arah dan tujuan?" Tukas si pengelana dengan batin gelisah.
"Bukankah kau bisa menjadikan matahari sebagai petunjuk arah? Apakah peta dan kompas itu begitu penting bagimu? Apakah tanpa keduanya kau tidak percaya diri untuk melanjutkan pendakian?" Balas si pemandu.
"Tentu saja tidak pak tua. Seorang pendaki biasanya menjadikan kompas dan peta sebagai alat penting untuk menemukan jalan pergi dan pulang. Tanpa keduanya, para pendaki dan pengelana tidak akan memiliki kepercayaan diri yang kuat."
Dengan tersenyum lelaki pemandu tua itu bicara.
"Seperti itulah agama dan Tuhan bagi kami, anak muda. Agama adalah peta petunjuk bagi perjalanan pendakian kesadaran Jiwa kami. Tuhan adalah sesuatu yang kami jadikan kompas pegangan penuntun kami. Keduanyalah alat kami untuk menjadi percaya diri dalam perjalanan pergi dan pulang dari kehidupan duniawi ini."
"Para tentara menjadi percaya diri oleh senjata mereka. Para pelaut percaya diri oleh pengalaman mereka. Para pelajar percaya diri oleh kecerdasan dan pengetahuan yang mereka miliki. Setiap orang memerlukan sesuatu untuk membangun rasa percaya diri mereka menjalani kehidupan yang liar tanpa kepastian ini."
"Begitulah agama dan sosok Tuhan diciptakan manusia untuk membangun kepercayaan dan keyakinan dirinya dalam mengarungi samudra kehidupan ini. Itulah jawabanku, apakah agama dan Tuhan begitu penting bagiku. Mirip peta dan kompas yang begitu penting bagimu saat ini."
Turis muda itu hanya bisa tercenung dalam diam mendengar kata-kata sang pemandu tua.
0 Comments