Enzim
merupakan biokatalisator yang berperan menjalankan proses reaksi di dalam
tubuh. Keberadaan enzim akan menentukan berjalannya proses reaksi. Sehingga
enzim sangat berperan penting dalam kelangsungan reaksi di dalam tubuh. Adapun berbagai
reaksi enzimatis tidaklah berjalan secara mekanis begitu saja, tanpa ada
pengendaliannya. Misalnya saja bila suatu
metabolisme di dalam sel sudah mencapai kuantitas yang mencukupi maka reaksi tersebut harus dihentikan, sehingga diperlukanlah sebuah pengaturan untuk menghentikannya, atau biasa disebut sebagai regulasi.
Dimana regulasi adalah aturan energi yang ada di dalam tubuh makhluk hidup untuk dapat hidup seimbang, mempertahankan keadaan teratur, konservasi energi, dan sebagai respon terhadap perubahan lingkungan. Dalam sel-sel tubuh, supaya kerja enzim tidak tumpang tindih maka diperlukan pengaturan kerja enzim. Pengaturan ini dilakukan dengan tujuan menjamin supaya enzim hanya bekerja ketika dibutuhkan, sehingga reaksi enzimatis berjalan secara sangat terkoordinasi satu sama lain. Pengaturan aktivitas enzim inilah yang disebut sebagai regulasi enzim.
metabolisme di dalam sel sudah mencapai kuantitas yang mencukupi maka reaksi tersebut harus dihentikan, sehingga diperlukanlah sebuah pengaturan untuk menghentikannya, atau biasa disebut sebagai regulasi.
Dimana regulasi adalah aturan energi yang ada di dalam tubuh makhluk hidup untuk dapat hidup seimbang, mempertahankan keadaan teratur, konservasi energi, dan sebagai respon terhadap perubahan lingkungan. Dalam sel-sel tubuh, supaya kerja enzim tidak tumpang tindih maka diperlukan pengaturan kerja enzim. Pengaturan ini dilakukan dengan tujuan menjamin supaya enzim hanya bekerja ketika dibutuhkan, sehingga reaksi enzimatis berjalan secara sangat terkoordinasi satu sama lain. Pengaturan aktivitas enzim inilah yang disebut sebagai regulasi enzim.
Pengendalian
atau pengaturan reaksi enzimatis berlangsung pada berbagai tingkat di dalam
sel, semenjak dari gen sampai molekul enzim itu sendiri. Adapun regulasi aktivitas enzim dilakukan
oleh 3 pengendalian diantaranya yaitu :
1.
Pengendalian
pada tingkat Gen
2.
Pengendalian
di tingkat molekul enzim oleh produk
3.
Pengendalian
enzim melalui perubahan struktur molekul
URAIAN
MATERI
1.
Pengendalian pada tingkat Gen
Sebagai protein, informasi genetik
enzim terekam dalam gen. Sel hanya akan mensintesis suatu enzim, jika sel
mengandung gen yang menyandikan enzim yang dimaksud. Contoh, manusia tidak bisa
mensintesis vitamin C kerena tidak mempunyai gen yang menyandikan enzim untuk
mensintesis vitamin C. Terdapat 2 mekanisme pengaturan secara genetik
yaitu inducible enzyme dan represi enzim.
a. Inducible
Enzyme (Enzim Terbangkitkan)
Enzim Indusibel atau disebut juga
dengan enzim adaptif adalah enzim yang hanya diekspresikan pada kondisi
tertentu dan diproduksi secara terus menerus. jika sel memerlukan enzim dalam
keadaan tertentu untuk metabolisme, maka sel akan membuat enzim tersebut. Ini
artinya, enzim tersebut dalam keadaan normal tidak ada, baru dibuat setelah
diperlukan oleh sel.
Mekanisme pengaturan sintesis enzim
telah banyak dipelajari pada bakteri dengan menggunakan model operon
(dikemukakan oleh Francois Jacob dan Jackues Monod, 1961). Operon terdiri atas
serangkaian gen struktural yang mengkode protein yang terlibat dalam suatu
proses metabolisme tertentu. Situs operator ialah sekuen DNA yang mengatur
transkripsi gen struktural dan gen regulator yang mengkode protein yang
mengenali daerah operator. Pada banyak bakteri, gen-gen struktural yang
menentukan sintesis enzim dalam suatu lintasan metabolik tertentu ditempatkan
menurut urutan sesuai dengan rangkaian reaksi pada lintasan tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa urutan reaksi pada lintasan metabolik dikendalikan oleh
kromosom.
Contoh dari enzim ini adalah
berfungsi sebagai pemecah bagian sel dan juga termasuk bagian dari Model Operon
(Lactose Operon) yang diilustrasikan sebagai tombol “On” dan “Off” pada gen
oleh Jacob dan Monod. Enzim yang terlibat dalam Model Operon (Lactose Operon)
antara lain β-galaktosidase, permease galaktosidase, dan galaktosidase
transasetilase (Palmer, 1991). Enzim β-galaktosidase (tetramerik dengan empat
sub-unit identik berukuran 116,4 kDa adalah enzim utama yang digunakan untuk
memotong ikatan β-galaktosida (ikatan β-1,4) yang ada pada molekul laktosa
(β-galaktosida) sehingga dihasilkan dua monosakarida, yaitu glukosa dan
galaktosa. Enzim permease galaktosidase (berukuran 46,5 kDa) adalah enzim yang
berperan dalam pengangkutan laktosa dari luar ke dalam sel. Sementara enzim
galaktosidase transasetilase (berukuran 30 kDa) masih belum diketahui secara
pasti kegunaannya dalam metabolisme.
Mekanisme kerja Model Operon
(Lactose Operon) dapat dijumpai pada bakteri E.coli yang menggunakan tiga jenis enzim untuk melakukan
metabolisme laktosa. Gen-gen untuk tiga jenis enzim tersebut berada di dalam
operon lac. Gen pertama, lacZ mengkode enzim β-galaktosidase, yang
menghidrolisis laktosa menjadi galaktosa dan glukosa; gen kedua, lacY mengkode
permease, protein membran yang
mengangkut laktosa ke dalam sel; gen ketiga, lacZ mengkode transasetilase.
Keseluruhan unit transkripsi ini di bawah satu operator dan satu promoter. Suatu gen pengatur berupa lacI terletak di luar operon yang
mengkode represor. Molekul represor ini bersifat allosterik yang mampu
mengikatkan diri pada operator (Gambar 2). Saat
represor menempel pada operator, maka seluruh operon lac tidak bisa
mengekspresikan untuk mensintesis enzim untuk metabolisme laktosa. nah pada tahap
inilah operon lac dalam keadaan off.
Gambar 1. Struktur lac operon.
Gambar 2. (A) Ada laktosa,
represor tidak aktif, operon dalam keadaan on, (B) Tidak ada laktosa, represor
aktif, operon dalam keadaan off
b.
Enzyme
Repression (Pembungkaman Enzim)
Enzyme repression adalah penghentian sintesis enzim sebagai respon terhadap
keberadaan suatu molekul (repressor). Enzim yang disintesis dengan mekanisme
ini disebut repressible enzyme. Enzim yang bersifat repressible umumnya
terlibat dalam jalur biosintesis dan hanya disintesis ketika molekul hasil
sintesis jalur tersebut tidak tersedia. Enzim yang bersifat repressible
merupakan produk gen yang bersifat repressible. Gen tersebut memiliki kecepatan
basal transkripsi yang tinggi, sehingga akumulasi produk akhir (repressor) akan
menghentikan sintesis enzim.
Dalam keadaan
tidak memerlukan enzim tersebut, gen untuk enzim tersebut mengalami
pembungkaman atau represi. Ini artinya, dalam keadaan normal enzim tersebut ada
tetapi jika tidak diperlukan maka gen akan menghentikan pembentukan enzim
tersebut.
Contohnya pada
biosintesis triptofan dengan pengaturan trp operon. trp operon terdiri dari 5 gen struktural yang mengkode enzim untuk
biosintesis triptofan. Bagian operator tumpang tindih dengan bagian promoter.
Gen dalam operon ditranskripsi ketika sel kekurangan triptofan. Gen trp
repressor mengkode Trp repressor yang secara alami bersifat inaktif, sehingga
tidak dapat menempel pada trp operator. Ketika triptofan tidak tersedia, Trp
repressor tetap bersifat inaktif, sehingga trp operon ditranskripsikan untuk
menghasilkan enzim yang digunakan untuk biosintesis triptofan.
Ketika
triptofan tersedia, enzim untuk biosintesis triptofan tidak diperlukan sehingga
ekspresi gen tersebut harus dihentikan. Triptofan akan menempel pada Trp
repressor, sehingga menyebabkan Trp repressor berada dalam konformasi aktifnya.
Trp repressor yang aktif mampu berikatan dengan operator sehingga menghentikan
transkirpsi trp operon. Dalam hal ini, triptofan disebut co-repressor dan mekanisme
pengaturan ini disebut pengaturan negatif karena terikatnya repressor mencegah
transkripsi (Gambar 3).
Gambar 3. Mekanisme represi pada
pengaturan trp operon.
|
Selain
Terdapat 2 mekanisme pengaturan secara genetik di atas, ada juga yang disebut
sebagai enzim konstitutif yang terus menerus disintesis semua sel selama
daur hidupnya. Enzim konstitutif adalah enzim yang terdapat dalam sel tertentu
dalam kuantitas yang hampir konstan tanpa memperdulikan komposisi, baik dari
jaringan maupun dari medium tempat sel itu berada (Murray et al., 2009;
Pudjaatmaka, 2002).
Enzim ini dapat dijumpai pada
berbagai macam jaringan vertebrata, yakni constitutive nitric oxide synthase,
cNOS. Enzim ini merupakan kelompok enzim oksidoreduktase yang berfungi untuk
menghasilkan molekul Nitrit Oksida (NO). Nitrit oksida dihasilkan melalui
oksidasi L-arginin. NO sangat berperan dalam sinyal transduksi kimiawi baik
dalam sel maupun antar sel. Adanya sinyal kimiawi tersebut, maka dapat
mengontrol tekanan darah, sekresi insulin, angiogenesis, serta perkembangan
sistem saraf. Pada mamalia, sinyal NO dimediasi oleh kalsium/kalmodulin (Berg
et al., 2006; Guzik, 2003; Lamas, 1992).
2.
Pengendalian di Tingkat Molekul
Enzim Oleh Produk
Dalam sistem biologis, kecepatan kerja enzim dapat dipengaruhi
oleh kehadiran suatu molekul lain yang dapat berperan sebagai pemicu (activator) atau penghambat (inhibitor), keduanya biasanya
disebut secara bersama-sama sebagai efektor.
Pola umum pengontrolan jalur metabolisme biasanya terjadi ketika enzim pertama (enzim
alosterik) pada jalur metabolisme tersebut dihambat
kerjanya oleh hasil akhir dari jalur metabolism tersebut. Penghambatan ini
biasanya dinamakan alosterik kontrol
atau feedback inhibition.
Pada sistim
ini hasil akhir (end product) akan menghambat pembentukan enzim pertama yang mengawali jalur ini bilamana
hasil akhir melebihi yang kebutuha sel. Gambar 1 adalah bagan contoh pengaturan
metabolisme melalui penghambatan oleh produk akhir terhadap suatu enzim
alosterik atau feedback inhibition. Dalam Gambar 5 dapat dijelaskan, huruf
J,K,L dan seterusnya menunjukkan senyawa
kimia antara (intermediet) pada lintas ini dan E1-E5 menunjukan enzim yang
bekerja pada setiap tahap. Enzim pertama pada lintas ini (E1) adalah enzim
alosterik. Enzim ini dihambat oleh produk akhir urutan reaksi. Penghambatan
alosterik ditunjukkan seperti pada gambar sebelumnya oleh tanda titik-titik
yang berasal dari metabolit penghambat menuju reaksi yang dikatalis oleh enzim
alosterik (E1). Tahap regulasi yang
dikatalisis oleh enzim E1 biasanya bersifat tidak dapat balik di dalam
sel.
Gambar 5. Mekanisme feedback
inhibition
Enzim alosterik ini disebut juga
enzim pengatur. Enzim
allosterik merupakan enzim regulator yang memiliki dua sisi katalik. Salah satu
sisi ikatannya untuk substrat dan yang satunya sisi regulator atau sisi
allosterik (allo=lain, stereos=sisi) yang berfungsi untuk
memodulasi aktivitas enzim. Sisi allosterik memiliki ikatan nonkovalen pada dan
interaksinya bersifat reversible. Sisi allosterik ini akan mengikat senyawa
pengatur yang disebut efektor atau modulator. Enzim allosterik ini dapat dipacu
atau dihambat oleh modulatornya. Enzim dengan sisi
alosterik sering muncul pada awal jalur biosintesis biomolekul. Enzim diatur
oleh produk akhir dari jalur biosintesis. Produk akhir terikat pada sisi
alosterik dan menginaktifkan enzim. Inhibitor dapat memiliki struktur yang
mirip dengan produk akhir.
Sebagai
contoh mekanisme penghambatan balik pada pengubahan L-teronin menjadi
L-isoleusin yang menggunakan lima macam enzim. Enzim yang pertama adalah
dehidratase treonin (E1) akan dihambat oleh L-isoleusin yang merupakan produk
akhir dari reaksi multienzim tersebut (Gmabar 6).
Gambar
6. Penghambatan
balik pengubahan L-teronin menjadi L-isoleusin
Enzim alosterik sering
berbentuk protein yang memiliki beberapa subunit protein dan memiliki satu atau
lebih sisi aktif pada masing-masing subunitnya. Terikatnya substrat pada sisi
aktif enzim akan menginduksi perubahan konformasi protein pada enzim tersebut
yang memungkinkan sisi aktif lainnya memiliki afinitas untuk berikatan dengan
molekul substrat. Enzim alosterik dikontrol oleh molekul efektor (activator
dan inhibitor) yang berikatan pada enzim pada bagian
tertentu dari enzim tersebut di luar sisi aktif
enzim, dan selanjutnya dapat menyebabkan
perubahan konformasi sisi aktif enzim yang
dapat mempengaruhi kecepatan enzim tersebut. Molekul activator alosterik dapat
meningkatkan laju kerja enzim, sedangkan molekul nhibitor alosterik dapat
menurunkan kerja enzim.
Alosterik kontrol atau Feedback inhibition dapat dibedakan
menjadi 4 bagian yaitu : Simple feedback,
Concerted feedback, Multiple enzim feedback, dan Commulative feedback
a.
Simple feedback
Simple feedback : contohnya pada biosintesis asam amino
isoleusin (oleh E. coli). Sintesis
Isoleusin dihambat oleh aktivitas enzim threonine deaminase (Gambar 2)
Gambar 7. Simple feedback
inhibition
b.
Concerted feedback
Concerted
feedback. Pada
kasus ini enzim pengatur pada suatu cabang pathway memiliki tempat ganda (multiple
site) untuk efektor alosterik yang berbeda yang akan menghambat aktivitas
enzim tersebut. Penghambatan akan terjadi sempurna apabila kedua efektor
terdapat pada pathway tersebut.
Gambar 8. Concerted feedback inhibition
c.
Multiple enzim control
Multiple
enzim control : Bentuk kontrol dari sistim ini sedikit berbeda
dari yang lain. Enzim yang ada pada cabang patway tidak hanya satu tetapi lebih
dari satu bentuk. Masing‐masing akan dihambat oleh produk akhir yang berbeda. Contohnya
pada sintesis lysine, methyonine dan isoleucine oleh E. coli.
Comulative
feedback, Kontrol
ini unik dan melibatkan tidak hanya satu senyawa sebagai produk akhir dari
suatu pathway. Enzim alosterik memiliki berbagai tempat untuk mengikat senyawa
dari produk akhir pathway. Masing‐masing efektor mengambil bagian hanya partial
inhibition. Apabila jumlah efektor terakumulasi secara jenuh, maka akan
tejadi penghambatan secara sempurna. Contohnya terjadi pada enzim glutamine
sintetase yang mengkonversi glutamate menjadi glutamine.
3.
Pengendalian Enzim Melalui Perubahan
Struktur
Molekul (Modifikasi Kovalen)
Pengaturan akitivitas enzim dengan modifikasi
kovalen yaitu menambahkan gugus fosfat pada suatu enzim atau
biasa disebut fosforilasi. Pada fosforilasi enzim, kita akan melihat
enzim mengkatalisis enzim, tepatnya dalam reaksi fosforilasi atau mengikatkan
gugus fosfat pada suatu enzim. Sebagian besar enzim di dalam tubuh kita
kerjanya sangat terpengaruh dengan apa yang disebut sebagai kesetimbangan
substrat-produk. Enzim memang dapat mempercepat reaksi perubahan substrat
menjadi produk, namun tidak kuasa untuk mengubah proporsi alamiah dari
keberadaan substrat-produk. Inilah kesetimbangan, suatu nilai tetap proporsi
campuran substrat dengan produk. Seringkali ketika suatu reaksi yang
dikatalisis oleh enzim sudah akan mencapai nilai kesetimbangan reaksinya, maka
produk tersebut akan menghambat kerja enzim persis seperti regulasi alosterik.
Regulasi seperti ini memang perlu ada, namun pada kondisi-kondisi tertentu hal
ini perlu dihindari sehingga tercipta mekanisme seperti ini. Terdapat satu
enzim khusus yang tugasnya memfosforilasi enzim regulator tersebut. Ketika
enzim regulator tersebut terfosforilasi, maka enzim tersebut tidak akan dapat
dihambat secara alosterik lagi. Tentu saja keadaan enzim yang terfosforilasi
ini ada jangka waktunya dan juga terdapat enzim yang bertugas untuk mencopot
gugus fosfat dari enzim regulator apabila sudah tidak diperlukan lagi.
Adanya
fosforilasi enzim ini akan mengubah konformasi (bentuk) dan permukaan
sisi akitif enzim sehingga mampu berfungsi dalam proses katalisis. Pengaturan
ini bersifat reversible. artinya ketika enzim sudah tidak dibutuhkan, fosfat
pada enzim dapat dihilangkan sehingga menyebabkan enzim tersebut inakitif.
Contohnya, enzim glikogen fosforilase.
Kelompok
dari modifikasi kovalen meliputi phosphoryl, adenylyl, uridylyl, methyl, dan
adenosine diphosphateribosyl. Kelompok modifikasi kovalen tersebut secara umum
terikat atau terlepas dari enzim regulator melalui enzim pemisah. Kelompok
enzim ini diperkirakan memiliki jumlah lebih dari 1.100 protein kinase dalam
genom manusia (Lehninger, 2004; Traut, 2007).
Contoh
dari enzim pengatur kovalen dapat dijumpai tipe fosforilasi yang akan
mempengaruhi enzim dalam jumlah sedikit atau dalam jumlah yang banyak seperti
diilustrasikan dalam Gambar 4. Pada gambar tersebut terdapat 10 macam jenis
enzim yang terlibat dalam suatu sintesis glikogen dan katabolisme glikogen.
Enzim-enzim tersebut dipengaruhi oleh fosforilasi. Enzim yang terfosforilasi
akan memiliki kestabilan dalam konformasinya. Hal ini penting untuk keperluan
reaksi-reaksi yang melibatkan enzim-fosfat (Traut, 2007).
Gambar 11. Gambar 10. Contoh enzim yang diregulasi oleh fosforilasi. (*) enzim
dihambat oleh fosforilasi; (**) enzim
diaktivasi oleh fosforilasi
DAFTAR PUSTAKA
Lehninger,
A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia jilid 1 (diterjemahkan oleh : Maggy
Thenawijaya) Jakarta : Erlangga.
Murray,
RK, et al. 2009. Biokimia Harper Edisi 27.
Jakarta : EGC.
Pudjaatmaka,
A. H. 2002.
Kamus Kimia. Jakarta : Balai Pustaka
Suarsana, I.
2013. Enzim dan Koenzim-2. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana
0 Comments